Thursday, February 18, 2010

Aku, Kamu, dan Starbuck

Sebuah penghantar malam yang lalu cepat larut, seperti gula di dalam air mendidih. Kau yang menjerang airnya. Kamu membuat malam yang cepat larut, menjadi manis dengan gula. Kau yang taburkan gulanya.

Starbuck dan sebuah cafe open air tepat di sebelahnya. Kita duduk menghadap jalan raya, menghirup udara minim polusi sebanyak mungkin supaya paru-paru yang terbiasa dengan asap dan telinga yang berteman dengan bising bisa menjadi baik kembali. Malam sudah larut. Ada aku, kamu, dan Starbuck.

Padahal kita makan dan minum di sebelah sini, bukan di coffee shop terkenal itu. Kita bercerita dan sibuk membahas starbuck tanpa henti. Starbuck dan seorang barista, Starbuck dan pesona si wanita. Aku, kamu, dan Starbuck. Bertiga dalam malam yang cepat larut, dan manis, dan si minim polusi udara.

Kamu memilih sebuah perbincangan tanpa sakit hati, tentang seorang wanita, tentang seorang barista. Aku banyak berkomentar, kadang seadanya, kadang sekenanya, kadang serius, kadang bercanda. Aku ingin kamu tahu bahwa aku mendukung apapun yang membuat orang lain senang. Kamu pasti senang, karena raut mukamu berseri-seri menceritakan dia tanpa sela tanpa henti. Aku tahu. Di dahimu tertulis itu. Kamu suka padanya. Dia sang barista.

Di sinilah kita. Mendamparkan diri pada sebuah sofa merah tua, di sebuah cafe open air, di sebelah Starbuck persisnya. Pembicaraan dari hulu ke hilir tentang kopi, masalah di kantorku tadi pagi, kesibukanmu mencari cara mendekati wanita, pembicaraan ngalor-ngidul, sampai ke seorang barista. Aku, kamu, dan Starbuck.

Dan malam ini aku merasa cukup bahagia.

--
In the middle of something
Azalea 17/AH, 18 February 2010

2 comments:

Unknown said...

Grande no-whip mocha frappuccino *slurp*

lidya Agusfri said...

*TOSS* life is so much easier when we could share our stories...

--cheers--