Wednesday, February 17, 2010

Bahkan Ketika Fajar

Sekali lagi merindukanmu. Sudah pasti, muaklah semua orang yang berulang kali mendengar kalimat yang sama keluar dari mulutku. Tapi bukan sesuatu yang dibuat-buat. Perasaan ini mengalir, deras dan kencang, berdenyut-denyut dalam nadi yang mulai melemah.

Kamu, terbit di kepalaku tepat sebelum matahari menyapa dunia. Dalam dunia yang lirih, aku ingin kamu ada. Nyata. Bukan rekayasa angan-angan saja. Bukan karena otakku berteriak menampilkan kamu di pikiranku. Aku ingin kamu bisa aku sentuh. Bolehkah? Sekali saja mungkin. Aku ingin mencium tanganmu terakhir kali.

Aku diam saja, menghayati setiap pesan yang sempat kamu tinggalkan. Belakangan ini, jari-jarimu yang sering hinggap di pikiranku. Entah mengapa. Mungkin karena kamu mencintaiku dari potongan-potongan jari yang menurutmu berseni (Ya, Tuhan memang seniman handal). Dulu. Katamu. Dan aku sekarang meningat jemarimu yang mendawaikan lagu, di balik gitar itu, meninggalkan sebait pesan atau sepenggal kata cinta. Dulu. Nyanyianmu.

Jauh menghilang. Pelan. Sayang, terlalu pelan. Sangat pelan hingga kamu menempel diam-diam. Aku tidak sadar sekali lagi mencintaimu. Tidak mengerti mengapa cinta bisa datang dan pergi dari orang yang sama yang sudah lama tidak berjumpa. Jumpalitan seperti naik roller coaster. Jatuh cinta ini seperti duri yang terselip pada daging. Rasanya utuh, tepat mengganggu ketika diam atau bergerak. Kamu duri itu.

Dan bahkan ketika fajar seperti sekarang. Dan bahkan ketika kamu sudah jauh di seberang. Dan bahkan ketika sudah lama aku menyerah meletakkan harapanku. Bahkan kini, setahun lebih ketiadaanmu. Aku masih merindukanmu, jatuh hati padamu, mencintaimu.

--
In the middle of memories
Jakarta, 17 Feb 2010

3 comments:

olanuxer said...

pertamax

olanuxer said...

saya suka baca tulisan ini

lidya Agusfri said...

makasih..makasih.. Silahkan lanjutkan baca2 blog yg kurang penting ini ya.. Salam kenal

--cheers--