Friday, August 21, 2009

Para Lelaki Bilang....

Kalo mereka gak ngerti dengan jalan pemikiran kami, perempuan. Mereka bilang kami terlalu banyak mengeluh. Kami juga sering tidak jujur sama diri sendiri atau pasangan kami. Mereka kira, kami sedang 'ngambek' atau 'pundung' atau 'marah', padahal kami cuma capej mata atau bicara. Lalu para pria dengan semangat 45 berusaha memperbaiki keadaan hati, yang gak bisa begitu aja dibuat jadi lebih cerah. Yang ada justru makin mendung deh suasananya. Lalu kami akan berpikir, kalian para pria hanya memaksa dan semua jadi lebih ribet daripada awalnya.

Kadang-kadang kami tidak ingin diajak makan malam. Bukan karena kami betul-betul tidak mau, buka karena orang yang mengajak bukanlah tipe orang yang asyik untuk diajak makan. Ada banyak alasan yang tidak kami beritahu pada dunia. Perempuan memiliki pride nya sendiri, bagi dirinya atau lawan jenisnya. Mana lah kami mau keluar, dan berjalan-jalan ria dikala cekak. Tentu saja kami mengerti bahwa ajakan ini berarti sebagai wanita, kami tak perlu mengeluarkan uang se-sen pun demi makan sushi atau steak. Tapi kami lebih senang pergi dalam keadaan dompet yang jelas-jelas basah. Bila ketemu kalung yang cantik, bisa langsung beli. Gak sengaja liat sepatu yang lucu, bisa langsung minta diambilin ukuran, nyoba bentar, trus pergi ke kasir dan gesek pake kartu, keluar dengan tentengan paperbag, lalu puaslah kami. Ada kalanya juga kami hanya malas keluar rumah, ingin bersantai nonton tv ditemani satu box eskrim rasa vanilla. Cuma sedang tidak mau saja. Bahasa kerennya, "gak mood".

Gak ngerti? Ya sudahlah, beginilah wanita dengan sejuta rahasianya. Inilah yang menjadikan kami jaya di dunia. Beberapa bilang, perempuan gampang ditipu. Salah besar! Karena kadang-kadang kamilah yang sedang menipu. Dari situlah mucul sebuah istilah, "jinak-jinak merpati". Tapi bukan dalam arti yang jelek ya. Kami cuma susah ditebak, itu saja.

Sebagai pria yang sedang mendekati wanita pujaannya, kumohon mengertilah. Kami bukannya mau bermain-main dengan hati. Mungkin sebuah proses yang 'cukup panjang', akan menjadikan kami puas dan yakin dengan Anda. Mengapa harus menyerah di tengah jalan, hanya karena kami sempat berkata, "maaf, saya sedang tidak mood untuk ngobrol. Saya capek beberapa hari ini."

Walah...walah... Susah sekali menyatukan pemikiran pria dan wanita rupanya. Kalau kalian bilang, kami haus pujian, itu betul. Kami memang ingn diperlakukan sebagai satu-satunya perempuan yang eksis di muka bumi, tidak ingin ada saingan. Kami tidak mau lebih banyak obrolan tentang si 'anu' atau si 'ini', atau 'teman kostku', atau 'anak tanteku', atau siapapun. Mengobrollah tentang kami, yang sedang duduk di hadapanmu dan fokuslah hanya untuk aku.

Pertanyaan-pertanyaan menjebak yang mana yang membuat kalian para lelaki serba salah? Di mana letak susahnya menjawab pertanyaan ini?
1. Gimana my dress malem ini? Udah oke?
2. Kalo aku potong rambut sebahu, bagus gak?
3. Temen kamu yang kemaren maen basket bareng itu siapa?
4. Kamu gak bisa ngurangin rokok kamu ya?
5. Darimana aja kamu, kok telat sih?

Kan tinggal dijawab aja...
1. Uhm...mendingan kamu pake celana panjang biar gak kedinginan di jalan
2. Bagusnya rambut panjang, karena keliatan lebih cantik lho
3. Itu tetangga, kost di sebelah rumah. Ganteng ya? Emang banyak yang naksir...hehe
4. Aku juga pengen ngurangin, ini juga lagi belajar. Punya saran ato info?
5. Maaf, aku gak sengaja ketiduran. Semalem begadang ngerjain project buat minggu ini. Besok-besok aku bakal pasang alarm lebih cepet dari biasanya.

Kalau memang pembiacaraan selanjutnya jadi panjang dan alot, setidaknya kalian tidak berusaha menipu. Kami, para wanita tidak suka ditipu (basicly, semua orang gak suka ditipu). Jujurlah, maka semua (mudah-mudahan) akan baik-baik saja.

Ada saja, tipe lelaki yang suka 'ngintil' apapun yang sedang terjadi pada wanitanya. Entah via facebook, twitter, ato status YM. Memangnya kenapa kalau kami shout out begini, "aduuuuh...males banged deh".

Pernah seuatu ketika, seorang pria langsung 'ngeh' dengan status FB saya yang rada-rada aneh. Tidak sampai lima menit, dia langsung menelepon dan bertanya, ada apa? Padahal saya tidak ada maksud untuk membuat cemas siapa-siapa. Jika kami butuh, kami pasti langsung, secepat kilat, automatically texting you, orang yang kami butuh. Percayalah. Status-status yang ditulis itu jangan terlalu dianggap serius. Itu hanya akan membuat si wanita lalu jengah dan sebel dengan perlakuan yang 'terlalu'.

Sewajarnya, apa yang saya tulis ini juga menjadi bahan bacaan untuk wanita. Saya juga harus belajar mengerti para pria yang juga punya 'sisa cadangan tenaga hampir habis', 'ingin kumpul dengan teman-teman pria', 'pengen maen game sampe pagi', 'sedang banyak kerjaan', dsb.

Maaf kalau tulisan ini lalu menimbulkan kontroversi. Saya hanya ingin mengungkapkan pemikiran saya setelah ngobrol panjang lebar dengan salah seorang teman yang bercerita tentang keadaan "perburuan wanita"nya yang naik turun. Life really is a rollercoaster, begitu juga dalam masa penjajakan. Mau terus maju atau menyerah saja, itu semua terserah Anda.

Jadi kesimpulannya, sudah siapkan Anda mendekati perempuan seperti saya???? Hahahahahahahahaha....

Thursday, August 20, 2009

How Full is Your Bucket


Tadi malam saya tidak bisa tidur sampai jam 3 subuh. Coba bayangkan betapa pegelnya tiduran di kasur yang setipis awan (tipissss banged, beneran!) selama beberapa jam dan cuma bisa bolak-balik badan sambil baca buku.

Satu buah buku seru untuk saya bagi kepada Anda, judulnya "How Full is Your Bucket". Keren nih bukunya, isinya dalaaaam tapi bukunya gak tebel-tebel amat. Inti dari buku ini adalah, "manusia memiliki ember dan ciduk yang tidak terlihat". Setiap hari ember itu diciduk dan diisi kembali. Pengisian ember akan membuat kita semakin "baik", tetapi tak jarang orang-orang disekitar kita menciduk isi ember kita. Mengisi ember dilakukan dengan hal-hal yang positive. Kita diingatkan untuk berbuat positive dan memenuhi ember kita sendiri. Suatu saat ember ini akan luber, lalu kita juga diwajibkan mengisi ember-ember orang sekeliling kita.

Banyak hal yang bisa kita perbuat untuk orang lain. Tidak perlu jauh-jauh, kita bisa memulai belajar untuk mengisi ember orang terdekat seperti sahabat dan rekan kerja di kantor. Bagaimana caranya? Simple dan mudah saja. Salah satunya adalah dengan memberikan penghargaan yang tulus kepada dia, dengan pendekatan personal dan tentunya baik untuknya. Hal tersebut akan mengisi embernya dan membuatnya lebih produktif, lebih sehat, dan lebih baik lagi.

Kuncinya adalah dengan mengisi ember sebanyak-banyaknya untuk orang lain dan melakukan perubahan lingkungan, supaya keadaan menjadi nyaman bagi semua orang. menurut buku ini, perbandingan idealnya adalah 5x perlakuan positif:1x perlakuan negatif. Jadi ketika kita melakukan perbuatan negatif pada orang lain, lakukanlah 5x perbuatan positif sebagai balasannya.

Setelah selesai membaca buku itu, saya lalu susah tidur. Saya memikirkan bagaimana caranya untuk mengisi ember saya sendiri dan orang-orang di sekitar saya. Lalu saya menemukan satu cara, yaitu dengan membagi ilmu ini kepada orang lain. Saya lalu berniat untuk membeli buku ini dan "mengedarkan"nya kepada banyak orang. Tentu saja, bukan saya sendiri yang bekerja.

Saya hanya akan memulai dengan membeli buku ini, menandatangani halaman paling belakang dan memberi tanggal saya selesai membacanya, lalu memberikannya kepada salah satu mantan atasan saya. Saya berharap beliau juga bsia menyelesaikan membaca buku ini, lalu menandatanganinya dan memberikannya kepada satu orang lain lagi. Dengan cara ini, mudah-mudahan ilmu yang berguna untuk kita semua ini bisa beredar luas. Kita tidak lagi menerima perlakuan negatif dari orang-orang sekitar, termasuk di kantor, dan mulai mengisi ember-ember mereka yang berada di sekitar kita.

Memulai dari sesuatu yang kecil, ilmu yang seadanya ini ingin saya sumbangkan bagi dunia supaya kita hidup dengan lebih POSITIVE dan dunia menjadi tempat yang nyaman untuk kita semua. Saya juga memulai perdamaian dengan diri sendiri, sebagai salah satu upaya mengisi ember saya sendiri.

Salam damai...
Salam Langit Untuk Bumiku^^

(kunjungi juga www.bucketbook.com)

Tuesday, August 18, 2009

masih seperti dulu

melangkah kaki
riang
tiada ragu aku padamu
walau letih dan lesu tungkaiku

dan sepanjang jalan membentang
jarak ini menjauhkan
tidak bersua sekian lama
kita masih bersahabat saja

ketika bimbang dan air mata tertuang
kuketikkan cerita
sebait kata seadanya
untuk kita bertegur sapa

engkau yang ada di sana
setahun hanya sempat sekali bertemu muka
tapi di ujung jalan ini
terdapat kasih tulus dari hati

kita masih seperti dulu
jarang bicara
tapi hati ini tahu
ke mana harus pergi ketika sendu

sahabatku yang jauh
engkau masih seperti pertama kita bertemu



(sebuah sajak untuk temanku... Ferry Huang a.k.a skeeter... Thanks ya udah jadi temennya hime^^. Ini janji tulisan, akhirnya aku buat juga. Walopun jelek,,,maaf yaaa...)

Monday, August 17, 2009

Lomba 17an Terbaru...............

Entah sejak kapan, setiap tanggal 17 Agustus, dalam memperingati hari kemerdekaan negara kita Indonesia, kita selalu ikut memeriahkannya dengan mengadakan berbagai perlombaan. Mulai dari upacara bendera pagi-pagi sekali, dilanjut dengan panitia yang bersibuk-sibuk ria mengatur meja pendaftaran lomba. Lombanya juga beraneka macam. Ada yang ringan, seperti kerupuk, sampai yang berat seperti pohon pinang. Ada juga yang sedikit berbahaya, seperti bermain-main paku.

Saya sempat bertanya pada salah satu teman saya tadi sore, sejak kapan tradisi ini dimulai dan mengapa harus ada lomba? Dia tidak tahu pasti jawabannya. tapi dia sempat mengatakan bahwa perlombaan ini dimaksud (mungkin) untuk mengingat kembali perjuangan bangsa dan supaya rasa perjuangan itu tidak hilang dari dalam diri kita. Sekarang perjuangan itu bisa digunakan dalam berbagai ajang perlombaan yang digelar dan kita ikuti saat 17an. Gak salah juga sepertinya...

Lalu coba kita hitung, ada berapa jenis lomba yang diadakan? Dari tahun ke tahun, si lomba yang dimaksud gak jauh-jauh dari makan kerupuk, tarik tambang, paku botol, sepakbola sarung, dan panjat pinang. Tampaknya 17an identik sekali dengan lomba-lomba macam ini. saya dan teman saya, rupanya memiliki ide lebih kreatif untuk tahun ini.

Mari kita ganti lomba makan kerupuk dengan lomba makan duren, yang tentunya lebih nikmat daripada sekedar kerupuk. Kalau bisa, durian digantung berikut kulit-kulitnya supaya lebih menantang. Tapi untuk lomba ini, diperlukan dana cukup besar, jadi mungkin para peserta diharuskan untuk memberikan uang pendaftaran.

Berikutnya, tarik tambang kita ganti saja dengan angkot. Lomba macam ini lebih berguna bukan? Karena kita bisa mendapatkan penghasilan, yang tentunya seimbang dengan keringat dan jerih payah yang kita habiskan. Konpensasi bagi peserta, uang hasil menarik angkot boleh dibawa pulang setelah dipotong pajak (kita seorang warga negara yang taat pajak kan?).

Paku botol mungkin sudah ketinggalan zaman. Memasukkan paku ke dalam botol tantangannya terlalu ringan. Jika kita ingin menjadi anak2 bangsa yang lebih kreatif, bisa dicoba perlombaan mengeluarkan paku dari dalam botol. Tentunya si botol tidak boleh dipegang dengan tangan, tapi masing-masing peserta diberi sebuah alat bantu berupa sepasang sumpit. Gimana gak menantang tuh?

Kalau main sepakbola dengan sarung sudah biasa. Bagaimana dengan lomba sepakbola dengan tidak menggunakan sarung? Tidak dengan rok, tidak juga dengan celana. Tapi peserta-peserta diperbolehkan menutup aurat dengan menggunakan kertas koran. Perlombaan ini pasti lebih banyak penontonnya. Mungkin tetangga-tetangga dari kampung sebelah akan datang dan berpartisipasi (karena malu mendaftar di kampung sendiri).

Yang terakhir dan terbaik adalah puncak acara 17an, ditutup dengan lomba panjat-memanjat. Bukan pinang yang dilumuri dengan oli, karena yang satu itu sudah biasa. Kita ganti saja pinangnya dengan le****. Maklum, mencari pohon pinang sekarang lebih sulit daripada le**** yang bertebaran di muka bumi. Lomba panjat pinang, biasanya diikuti oleh para pria, untuk lomba panjat le****, khusus wanita saja. Emansipasi dong, kan sudah maju bangsa ini. Le**** disediakan oleh panitia dari hasil karantina dan sudah dieliminasi oleh penonton (emangnya reality show???). Pemenangnya dinilai dari teknik-teknik yang dipakai oleh peserta saat memanjat, dan hasil akhir. Hadiahnya tentu saja luar biasa, tidak bisa dinilai dengan materi. Le**** yang berhasil dipanjat, boleh anda bawa pulang.

Menarik bukan? Mudah-mudahan ide2 di atas, hasil obrolan kurang penting saya dan teman-teman bisa diwujudkan. Kalau bisa kita bawa sampai ajang internasional, apalagi kalau bisa dilombakan dalam olimpiade, itu lebih bagus lagi.

Selamat hari kemerdekaan. Dirgahayu Indonesia. Semoga pemuda-pemudanya makin kreatif (read: gila) sehingga menciptaktan kreasi2 perlombaan baru...

Saturday, August 15, 2009

belajar dari kebelet pipis

Tau rasanya kebelet pipis? Pasti menderita sengsara lahir dan batin. Apalagi ketika si pipis sudah di ujung, nyawa berasa tinggal sebentar lagi, terus "tamat" deh. Si kebelet ini gak kenal waktu dan kondisi, apalagi lokasi. Kadang-kadang datang waktu lagi kuliah, waktu lagi maen bola, waktu lagi berenang, waktu lagi santai, waktu lagi nonton, waktu lagi kencan, waktu lagi rapat, bahkan waktu tidur pun suka tiba-tiba datang. Sebenarnya kebelet bisa terjadi apabila air seni sudah berkumpul di kantung kemih. Yang repot, adalah ketika si kebelet berkunjung ketika kita tidak bisa meninggalkan apa yang sedang dilakukan. Bagaikan buah simalakama, dimakan ibu mati, gak dimakan bapak yang mati. Serba salah pokoknya. Mau tak mau harus segera dikeluarkan secepatnya, bila tidak mau ketiban penyakit yang bernama 'kencing batu'.

Kebelet yang tidak tahu tata krama dan sopan santun ini datang tanpa permisi. Perasaan tidak enak tiba-tiba menyergap bagian perut ke bawah. Terpaksa kaki disilangkan serapat-rapatnya untuk menghindari adegan jebolnya tanggul pertahanan terhadap pipis. Kalau kebelet datang pas kita sedang asyik-asyiknya berenang, betapa malas rasanya naik ke atas lalu pergi ke toilet. Tak jarang, beberapa orang (yang sama tidak tahu tata krama dan sopan santun) lantas berenang ke arah sedikit di pojok kolam lalu pura-pura berdiri, padahal sedang buang air. Entah di laut lepas, entah di kolam, kita manusia selalu saja mencemari air dan sekitarnya.

Masih mendingan kalau yang datang adalah si kebelet pipis. Nah, gimana ceritanya kalau yang datang adalah si kebelet yang lebih besar? Suatu hari ketika dapat giliran presentasi tugas mata kuliah di depan kelas, saya tiba-tiba diserang 'panggilan alam". Alhasil, karena tidak sempat ke toilet, seluruh presentasi menjadi kacau balau, jawaban tidak nyambung dengan pertanyaan, mulut mengkerut menahan sakit, keringat dingin sebesar-besar biji jagung pun ikutan nimbrung. Karena si kebelet ini juga, maka saya tak bisa menghindari salah satu ujian harian Tata Negara di kala saya masih duduk di bangku SMA. Di tengah kebingungan harus mengingat hapalan yang setengah mati dipelajari malam sebelumnya, menuangkannya ke dalam lembar jawaban secara tepat, di tengah waktu yang sempit sekali, bahkan terasa kurang. Saya sempat kabur dari ujian selama sepuluh menit. satu menit pertama untuk lari menuju toilet terdekat, sembilan menit berikutnya berkutat dengan urusan perut, dan sisanya untuk kabur lagi ke kelas lalu lanjut mengerjakan ujian dengan napas yang tinggal setengah.

Manusia seperti saya dan juga Anda, kadangkala hanya bisa mengutuk kekejian si kebelet ini karena berhasil mengacaukan rencana kita, presentasi, kencan pertama, negosiasi harga, wawancara kerja, dan kegiatan-kegiatan kita lainnya. Dibuat pusing tujuh keliling, kita lalu memaki-maki dalam hati, berharap si kebelet itu cepat pergi. Tapi apa mau dikata, si kebelet tak kunjung usai menggelitik dan menyiksa jika si air seni tidak dibuang oleh si empunya.

Masalah-masalah yang datang dalam hidup ini datang dan pergi. Datangnya tiba-tiba, lalu pergi begitu saja jika kita sudah berhasil menyelesaikannya. Ada yang prosesnya cepat, secepat kilat. Ada yang lama tandasnya (apalagi jika sudah ditahan sekian lama). Seperti kebelet yang mengganggu, masalah hidup manusia ada yang besar dan ada pula yang kecil, berbeda waktu penyelesaiannya dan berapa banyak air yang dihabiskan a.k.a berapa banyak energi yang kita gunakan untuk menyelesaikan masalah itu.

Si kebelet yang ditahan-tahan, dalam waktu lama pasti akan menimbulkan penyakit dan gangguan. Masalah yang ditunda-tunda untuk diselesaikan pastinya juga bisa menimbulkan masalah-masalah baru yang lebih sulit lagi efeknya bagi kita. Si masalah datang silih berganti tak kenal waktu, kondisi, apalagi lokasi. Sama betul bukan? Kadang-kadang di tempat ibadah, kita juga mendapatkan masalah. Entah karena terlambat datang, tidak kebagian posisi yang nyaman, atau karena tetangga sebelah berisik sekali sehingga kita menjadi tidak khusyuk. Ada-ada saja.

Maka seperti kebelet yang senang sekali mengganggu manusia, seharusnya kita menangani masalah dengan santai. Tidak perlu keliling penjuru sekolah dulu sebanyak dua kali, lalu baru pergi ke kamar mandi. Tidak perlu bilang pada seluruh kelurahan bahwa kita ingin buang air, tinggal mencari toilet umum terdekat dan menandaskan hasratnya. Bila kita berada di tempat asing, dan tidak menemukan toilet umum, kita bisa juga bertanya, atau meminta izin untuk memakai kamar mandi di rumah penduduk. Masalah yang datang, jika tidak bisa kita selesaikan sendiri, maka ada baiknya kita meminta bantuan orang lain juga. Ini lah kenikmatan hidup sebagai mahluk sosial, kita tidak bisa hidup sendiri. Lalu setelah buang air, jangan lupa menyiramnya. Masalah yang sudah selesai, jangan sampai membuat kita berlarut-larut. Waduh, semakin lama saya menulis tema ini, semakin banyak saja saja mencari-cari persamaan antara kebelet dan masalah manusia.

Daripada saya membahas kebelet lebih lama, lebih baik sekarang saya ke toilet (cafe ini) dan buang air kecil, karena si air sudah teriak-teriak ingin dibuang karena sedari tadi saya menahan-nahan pipis untuk menyelesaikan tulisan ini. hahahaha....

Salam damai... Be happy^^

Thursday, August 13, 2009

Menapaki Alam...


Kira-kira 15 menit yang lalu saya baru saja selesai makan siang. Menu hari ini hanya nasi,telur dadar,dan oseng tempe kecap buatan sendiri. Dengan kekenyangan,saya lalu ingin berangin-angin diluar rumah kontrakan. Jongkoklah saya,santai,di pinggir tembok pembatas rumah. Halaman samping rumah ini memang ditumbuhi beberapa tanaman seadanya. Ada cabai rawit dan pepaya. Tidak disemen,tp hanya bertanah merah.

Saya keluar tanpa alas kaki. Matahari yang terik menyinari bumi begitu dasyat. Kaki saya melompat-lompat kecil menghindari kerikil. Lalu saya berjongkok dan termenung. Selintas menikmati anugerah yang Tuhan beri bagi saya hari ini. Saya mendongak,melihat langit biru bersih,rangkaian awan hanya tipis saja.

Tersadar dengan keadaan,saya menapaki alam. Dibalik perumahan daerah sini,sebuah gunung menjulang. Tidak terlalu tinggi memang,tapi menakjubkan. Datarannya hijau. Saya seperti melihat dunia yang lain dari biasanya.

Karena kesadaran terasa semakin hilang, bangkitlah saya. Lalu perlahan melewati halaman menuju pintu depan. Panas dari tanah menyapa telapak kaki saya,menyusupkan kehangatan. Semua rangkaian itu saya sadari dan syukuri. Nikmat sekali bertelanjang kaki. Rupanya si telapak sudah lama lupa rasa sakit dicubit oleh hawa panas tanah. Saya biarkan dia ingat,supaya kedua kaki ini mampu bersyukur lagi.

Hawa panas hari ini menenangkan saya. Tapi yang lebih penting,mengingatkan saya. Siapakah sebenarnya hamba,dibalik segala alam dan siapa penciptanya. Kerinduan akan Tuhanku terlengkapi sudah. Saya menyapa Allah dari sepasang kaki ini (tidak ada maksud merendahkan).

Sampai sekarang sebenarnya telapak kaki saya masih terasa sedikit perih dan panas. Tapi syukur tak henti-hentinya mengindahkan hati saya. Si kaki ini mengajarkan saya untuk merendahkan diri kepadaNya. Luar biasa. Syukur kepada Allah...

Wednesday, August 12, 2009

Bicara dan Mendengar

Siapa yang bicara
Siapa kemudian mendengar?
Aku berdoa
Aku berkata

Siapa yang bicara
Siapa kemudian mendengar?
Tuhan bersabda
Tuhan menjadikannya

Siapa yang bicara
Siapa kemudian mendengar?
Aku meminta
Tuhan kabulkan semua

Siapa yang bicara
Siapa kemudian mendengar?
Aku dan Tuhanku
Apakah kau tahu?

Kapan Dia akan bicara dan aku dengarkan?
Semua lalu tertutup demi sepasang telinga yang tuli
Aku bukan lagi mendengar lewat nurani
Dia tetap mau mengetuk pintu hati

Masih saja berdiam diri
Tuhan menepuk pundakku
Sekali lagi
Namun aku kelu bisu

Siapa yang bicara?
Siapa kemudian mendengar?
Aku dan Tuhanku
Siapa yang tahu?

Tuesday, August 11, 2009

Jangan Berhenti Berharap

Ada kalanya kita merasa lelah dan menjadi sangat tidak berdaya. Ada kalanya pula kita menjalani hidup dengan setengah hati, setengah jiwa, setengah mati malahan. Ada kalanya kita mencuri-curi waktu untuk mengamati rencana yang tertunda, yang sudah tidak tercapai, atau yang terlupakan.

Seperti halnya pohon besar yang dulunya hanya tanaman kecil, tanpa batang dan akar yang kokoh sebagai pondasinya, kita juga pernah tidak memiliki daya yang kuat untuk menjadi sesuatu yang kita harapkan. Lalu perjalanan waktu, dibantu dengan cahaya, air dan komponen lain, maka tumbuh dan berkuasalah dia dalam hutan yang asing. Maka bersahabatlah dia dengan penghuni-penghuni kehidupan dan merindangi alam.

Proses mendewasakan kita. Entahlah quote yang diciptakan oleh siapa. Tetapi saya sangat menghargai kalimat sederhana tersebut. Proses membuat kita belajar. Belajar mencapai impian. Belajar menghadapi kegagalan. Belajar melihat kenyataan dan menerimanya sebagai suatu kemenangan diri. Tidak pernah kita berhenti, kita berlari di sepanjang pita waktu yang tertulis berbagai proses dan peristiwa di atasnya. Kita pun menorehkan warna-warna, entah yang kelabu, merah membara, kuning bersemangat, atau biru. Tak mungkin kembali pada pita yang tergulung rapi sebagai kitab hidup kita, sebuah jejak nyata bagi pribadi masing-masing.

Lalu tiba pula ganjalan-ganjalan kecil atau besar yang menghalangi langkah kita. Kita seakan-akan dibuat tidak berdaya karenanya. Si pita tersobek di bagian sana dan sini. Lalu kebingungan menyergap kita berkali-kali. Rasa bimbang membuat kita tergelincir, menoleh pada harapan yang kian menjauh. Padahal itu hanyalah sebuah batas. "Batas" itu mampu ditempuh, mampu kita jangkau bukan?

"Maka di manakah harapanku? Siapakah yang melihat adanya harapan bagiku?" (Ayub 17:15)

Harapan itu masih ada. Ada pada Dia, sang khalik pencipta langit dan bumi. Maka Ia memberi kita sebuah pengharapan baru, kepada para ciptaan-Nya jika kita menjadi setia dan berdoa memohon pada-Nya.

"Harapan yang tertunda menyedihkan hati, tetapi keinginan yang terpenuhi adalah pohon kehidupan." (Amsal 13:12)

Siapa yang tidak ingin hidup yang menyenangkan? Siapa yang tidak ingin segala kebutuhannya tercukupi? Siapa yang tidak ingin keinginannya terkabulkan? Maka tidak kamu, tidak juga saya, yang tidak ingin demikian.

Hari ini, beberapa rekan saya bercerita tentang masalah hidup mereka. ada pula yang merasa menjadi manusia yang paling worst sedunia. saya sampai geleng-geleng kepala. Bukannya membohongi diri sendiri, saya berusaha jujur kepada semuanya. saya katakan pada mereka, bahwa tiap orang pasti pernah mengalami kegagalan, kekecewaan, begitu pula saya. Saya juga tidak luput dari kesalahan dan sempat mengalami masa-masa sulit sepanjang hidup saya yang sudah menumpang hidup 23 tahun di dunia. Saya ceritakan lagi, mengingat lagi masa lalu yang kelam, membuka lagi berbagai lubang hitam di hati yang selama ini sudah saya simpan. Tidak mengapa, karena saya ingin menyampaikan pengharapan pada mereka. Saya ingin menyampaikan bahwa segalanya pasti akan berlalu juga. Dan pada saat itu, nanti, kita akan tersenyum-senyum sendiri menyaksikan kembali betapa bodohnya kita yang saat ini menyesali diri. Kita seperti menggali dan menguburkan diri sendiri. Ini adalah ruang yang kita buat, lalu kita tutup supaya kita tidak bisa merdeka.

Kepada engkau para sahabat jiwa, aku sampaikan... Segala pengharapanmu itu tidaklah cukup berhenti sampai di sini. Engkau masih boleh berharap, masih boleh bermimpi. Harapan itu tidak hilang, mungkin engkau lah yang menyembunyikan, atau lupa di mana kau simpan. Harapan itu tetap ada, teman. Biarlah Tuhan memberikan jalan. Maka kepada kalian semua aku katakan...

Jangan berhenti berharap...

Monday, August 10, 2009

Menghargai apa yang patut dihargai


Beberapa waktu yang lalu saya sempat melihat uang di jalan yang tergeletak begitu saja. Memang jumlahnya hanya seribu rupiah, tapi ternyata selama beberapa langkah ke depan, tidak ada yang mau memungut (mengambil, red) selembar kertas berwarna biru tersebut. Lalu di benak saya, menari-narilah bayangan dua batang wafer coklat (merk tidak dapat disebutkan) yang harga satuannya hanya 'gopek'.

Lantas apa yang terjadi ketika seorang tua renta, nenek yang menggendong bungkusan di punggungnya melewati jalan itu? Si nenek lalu tersenyum dengan sangat bahagia. Dia tidak menggunakan sandalnya, yang hanya di'tenteng' dengan tangan kanannya. Entah untuk alasan apa. Mungkin karena tidak mau sepasang sandal yang ia miliki menjadi cepat rusak, maka dia rela berpanas-panas kaki di sepanjang jalan Jatinangor. Si nenek dengan cepat, tanpa menurunkan bungkusan yang digendongnya, lalu mengambil dan menyimpan selembar uang seribuan tersebut.

Hati saya meringis. Ada sekilas berita numpang lewat di otak saya, berita tentang kemiskinan yang sudah bertahun-tahun melanda negara ini, berita tentang rakyat yang masih banyak hidup di bawah taraf hidup yang layak, berita tentang pengemis dan gelandangan yang kemudian ditangkapi lalu dibawa pergi jauh-jauh dari kota supaya tidak merusak keindahan kota besar, macam Jakarta.

Apa yang bisa saya lakukan kemudian? Tidaklah mungkin rasanya jika saya lalu membiayai hidup ratusan ribu jiwa yang menderita kelaparan atau mereka mahluk-mahluk kecil, generasi penerus bangsa yang tidak berdosa itu saya sekolahkan. Sempat ingin rasanya saya lalu berteriak pada dunia, "berilah kami hidup yang nyaman, masing-masing jiwa yang bersemayam di dunia ini". Tapi dunia pun tidak sanggup menjawab pertanyaan saya. Saya yakin, dunia hanya bisa diam.

Rasa malu beranjak memasuki hati nurani. Terlalu licik bila saya hanya menginginkan dua batang wafer coklat, sementara si nenek renta pengemis itu mungkin bisa makan satu kali, membeli beras untuk keluarganya. Menunduklah saya, terdiam dalam sebaris doa yang saya sampaikan pada Ilahi. Mudah-mudahan doa saya didengar dan kemudian Tuhan Yang Maha Agung mau mengabulkan.

Malam ini juga, saya merasa disentil oleh kejadian yang serupa. Pernahkah Anda merasakan jerih payah Anda ternyata tidak dihargai dengan sepatutnya? Pernahkah Anda melakukan sesuatu untuk tujuan yang penting bagi jiwa Anda, namun orang lain hanya mencibir akibat setitik kesalahan yang sulit dihindari? Daripada berpusing-pusing ria, mungkin lebih baik Anda mendengarkan dulu cerita saya dari awalnya.

Pagi ini, saya bangun dalam keadaan rumah kontrakan yang sepi, tanpa satu orang pun. Saya pergi mandi, lalu memasak Indomie untuk menu makan siang saya. Dengan tujuan yang baik, saya ingin belanja kebutuhan supaya saya bisa memasak makan malam untuk rekan-rekan satu kontrakan yang sedang sibuk menjaring mahasiswa baru. Bodohnya saya, saya tidak melihat bahwa anak kunci pintu depan (yang saat itu sedang terkunci), ternyata tergeletak begitu saja di atas meja. Inisiatif tinggi, saya keluar membawa dompet (saja) dan Hp gsm, keluar lewat pintu dapur, mengunci pintunya, lalu pergi ke warung sebelah. Ternyata eh ternyata di sana tidak ada sayur yang menarik untuk dibeli. Pulanglah saya. Sekali lagi, dari pintu dapur. Ternyata eh ternyata (lagi), si kunci tidak bisa dibuka. Siang hari ini sangat terik. Dalam kebingungan, saya lalu pergi saja ke supermarket untuk belanja di sana daripada menunggu yang lain pulang di halaman yang super panas.

Di tengah jalan, saya teringat pada mama yang sekarang sedang dalam pengobatan untuk penyakit batu ginjalnya. Saya kangen sekali. rindu rasanya mendengar suara mama. Ada pula keinginan saya untuk pulang ke rumah, merasakan lagi nikmatnya dilayani di rumah sendiri, menyantap masakan mama yang lezat luar biasa. Lalu saya menelepon mama dan berbincang-bincang sebentar, menanyakan kabar. Hampir menangis, saya menanyakan mama cara memasak sop jagung kesukaan saya. Beliau menjelaskan satu persatu bahan yang harus dibeli plus cara mengolahnya. Sambil mendengarkan suara mama yang terdengar lemah, saya mengambil satu demi satu bahan dari beberapa keranjang yang disediakan di supermarket. Rasanya ingin saya peluk mama saat itu.

Alhasil, saya mendapatkan beberapa bahan, kecuali satu. Telur puyuh! Cerita punya cerita...saya ikut bertemu teman-teman untuk makan siang dulu di dekat gerbang. Lalu barulah saya melanjutkan mencari telur-telur puyuh keramat itu demi menyempurnakan masakan saya. Saya pergi ke supermarket lain membeli telur, plus parutan, en saringan keran (karena ingat air di kontrakan sangat keruh kalau tidak disaring).

Pulang dan sampai ke rumah, saya mulai meracik bahan dan mempersiapkan segala sesuatu. Mencuci, memotong, merebus, mengupas, dan memarut (jagung sebagian diparut, sebagian lagi dipereteli). Di potongan jagung terakhir yang hendak saya parut, si jagung terselip dari tangan. Pada akhirnya jari tengah ini 'terparut' dengan suksesnya. Tapi dengan tegar dan pantang menyerah (lebay mode: ON), saya tetap melanjutkan pekerjaan penting ini. Demi membuat sop jagung kesukaan saya, resep langsung dari mama, karena kerinduan hati saya dan sop ini nanti akan kupersembahkan bagi beliau yang jauh di sana.

Brak..bruk..brak..bruk..setelah dibantu tiga rekan lainnya yang baru bangun tidur, dalam waktu dua jam selesainya semua masakan kami. Nasi putih, dengan telor dadar, plus tempe oseng sambel, dan SOP JAGUNG dambaan saya. Puas rasanya melihat kerja keras ini akhirnya berhasil juga. Makan malam pun siap..ap..ap...

Acara makan bersama dimulai setelah sebagian besar penghuni dan simpatisan sudah datang mengerubungi meja ruang tamu. Saya mengambil semangkuk sop jagung, terpisah dari nasi dan lauk piring saya. Doa saya panjatkan, berterima kasih atas anugerah Allah dan mengirimkan doa bagi mama. Tak disangka tak dinyana, ternyata si sop jagung yang menurut saya super enak, ternyata dianggap aneh oleh beberapa orang (entah berapa banyak yang berpikir demikian). Tanpa ba bi bu, si orang yang dimaksud kemudian mengatakan bahwa daging sapi yang ada di dalamnya terasa aneh. Bahkan seperti belum puas, beliau ini lalu mengambil satu potong, diberikan di piring tetangga, lalu mengatakan dalam bahasa yang tidak saya mengerti (saya tidak menguasai Hokkien) beberapa kalimat sambil saling melemparkan si onggokan daging ke piring satu sama lain. Bagaikan tersambar petir, dada saya nyeri. Tak lama, mata saya yang ikut panas. Tidak bisa ditahan, tetesan air mengerubungi mata berdesakan ingin keluar. Saya pergi ke dapur belakang, menangis sejadi-jadinya tanpa suara sambil memakan semangkuk penuh sop jagung yang tadi sudah saya siapkan untuk saya sendiri sambil dihibur oleh penghiburan tanpa kata oleh salah satu sahabat baik saya.

Kejadian itu membuat saya terkejut sekaligus sedih. Saya kecewa dengan tanggapan yang menurut saya, kurang sopan, mengingat beliau itu tidak membantu proses masak-memasak. Begitu tega beliau men-judge hasil keringat saya selama 2 jam dengan melakukan hal-hal yang tidak terpuji demikian.

Apa yang seharusnya kita hargai, karena di balik sesuatu yang kita lakukan terdapat runtutan proses yang akhirnya mencapai suatu hasil. Apa yang seharusnya kita hargai, karena sesuatu bermakna lebih bagi orang lain daripada sekedar apa yang kita pikirkan. Apa yang seharusnya kita hargai, karena di balik sesuatu itu tersimpan doa, harapan, keinginan, kerinduan, ucapan syukur, dan suka cita.

Ternyata apa yang kita lihat, belum tentu seperti yang terlihat pada dasarnya. Permukaan kasar dari sebatang bambu, akan bermanfaat bila dijadikan tiang jemuran. Warna hitam kue lapis, ternyata sungguh nikmat dimakan dan memiliki lapisan berwarna di dalamnya. Hujan yang mengguyur bumi, ternyata sangat diharapkan oleh petani dan menghasilkan campuran warna bernama pelangi yang menghias langit.

Banyak hal yang seharusnya kita hargai, apapun yang patut kita hargai. Pada dasarnya setiap tingkah laku, setiap tetes embun, setiap bunyi angin berhembus, setiap sinar mentari, setiap kedipan bintang, merupakan kuasa Tuhan. Dia lah yang memiliki akses pada segala sesuatu, dan kita wajib bersyukur terhadap semua itu. Maka saya ingin sekali mengajak kita semua, termasuk saya, untuk belajar menghargai segala sesuatu yang sebenarnya patut dihargai.

Hargailah itu, apa yang ada di depan matamu.

selamat malam dunia

Ingin mengucapkan selamat malam kepada seluruh penjuru dunia, beserta semua penghuni yang saat ini menumpang hidup di bumi. Malam ini berkuasa, terhadap saya, terhadap Anda semua yang sekarang sedang bertekuk lutut melawan kantuk dan akhirnya tunduk di balik selimut. Malam ini dengan hawanya yang menusuk, membuat reka ulang peristiwa hari di benak saya sedikit tersendat-sendat. Saya jadi kepingin juga ikutan tidur dan bersemayam dengan tenang di kasur kebanggaan saya, yang tidak lain dan tidak bukan adalah hasil pinjaman.

Saya merasakan bahagia. Kemarin merupakan hari yang menggembirakan, karena saya bertemu lagi dua sahabat saya dan kami menghabiskan saturday night bersama. Para wanita muda, yang single, bukan janda. Lalu hari ini akhirnya saya kembali memasuki Gereja. Merasakan lagi nikmat ketika duduk menghadap altar Tuhan yang bersahaja. Pulangnya pun saya secara tidak sengaja (betul-betul tidak sengaja), menyaksikan gerhana bulan yang cantik. Puas rasanya hari ini, setelah seminggu penuh berkutat dengan pikiran sendiri yang kadang menakutkan, kadang juga melemahkan semangat hidup. Sekarang saya merdeka, jiwa saya sudah kian menunjukkan giginya. Saya berkata, "Saya tidak akan menyerah!!!"

Yang paling membuat saya tidak berhenti bersyukur adalah, Tuhan masih memberikan nikmatnya untuk hidup yang entahlah sampai kapan berhenti di penghujungnya. Saat ini saya totally pengangguran, tidak punya banyak kerjaan. Tapi karena itu juga saya bisa membangun keluarga bahagia lagi dengan rekan-rekan seperjuangan di UNPAD, para perwira dan perwiri KMBD.Mereka yang selama ini jarang saya "rusak" kehidupan kostnya, sekarang saya bisa jajah dan obrak-abrik. Bagaimana saya tidak bahagia, bila saya disediakan tumpangan menginap gratis selama sebulan berikut fasilitas-fasilitasnya. Trims berat buat teman-teman KMBD.

Lalu yang kedua yang saya syukuri adalah, orang tua saya masih memperhatikan saya di masa kelam ini. Malah lebih. Sang ayah tercinta, seringkali menanyakan kabar dan memberikan dorongan moril (termasuk materiil tentunya) supaya saya tidak lagi stres. Beliau malah menyarankan saya pulkam a.k.a pulang kampung, yang artinya saya bisa beristirahat dari pekerjaan mencari kerjaan ini. Sudah sekian kali hari Sabtu, tapi lamaran dari lowongan kerja di koran tidak ada satupun yang nyangkut dengan suksesnya. Beliau ini memang betul-betul setia pada anaknya.

Hikmah di balik semua kekelaman ini? Saya jadi tidak lagi anti pada kegagalan, tidaklagi sombong dan ke-PEDE-an menghadapi panggilan interview, tidak lagi suka menyiaka-nyiakan harta (yang tinggal sedikit karena cekak). Belajar dan belajar, seperti sifat dasar manusia pada umumnya. Kalau boleh mengutip kata-kata orang Indonesia, "masih bagus udah lulus kuliah. Masih bagus, bisa hidup dari biaya orang tua. Masih bagus, punya temen-temen yang ternyata menganggur juga," serta masih bagus-masih bagus yang lain. Ada untungnya juga saya lahir, tinggal, dan besar di negara ini yang banyak memberikan excuses.

Rupanya malam semakin larut. Mudah-mudahan rasa syukur ini membuat saya bisa menjadi orang yang lebih baik lagi. Tuhan Maha Baik lho, Saudara-saudara... Ini tidak bohong. Kalau Anda tidak percaya, mari berdiskusi dengan saya. Kita temukan bersama kebaikan-kebaikan Dia yang sungguh Agung. Kesempatan ini, saya ucapkan terima kasih pada keluarga, sahabat, koko2 angkat, rekan-rekan, Gereja Hosana, Pendeta Agus yang tadi sore berkotbah, gerhana bulan yang menyentil keimanan saya, serta 24 jam yang saya terima sepanjang hari ini (atau lebih tepatnya "kemarin"). Kalian menyempurnakan saya...

Sunday, August 9, 2009

Arah Angin


Empat dimensi membelah bumi
Pergilah ia ke masing-masing jalannya
Tanpa ujung,lalu membumbung
Arah angin melesat..berkeliaran, ribut, resah

Kutanya pada utara
Ia menunjuk titik tak kasat mata
Kucari,lalu liar berdebar
Aq hilang lagi,tersasar

Timur tertawa
Aq tunduk,layu sendu
Berderak pacu jantung berirama
Ia ingin aq sesat jiwa

Selatan terkekeh
Desau batas kelam makin hitam
Masih ingin menoleh
Tapi lantas lunglai kaki terdiam

Tinggal barat sisa isyarat
Kehendak menggeliat
Meraih onggokan debu yang terjatuh
Tapi ia tetap bisu

Pada arah angin aq bicara.. Bibir mengatup,bagai mati raga. Aq tidak tau dmana dia. Hanya hati yang mampu rasa. Karena kami masih punya cinta. Dalam kebutaan mata angin,tersesat arah. Aq bisa menyalakan ia saat gulita. Bukan di ujung timur,selatan,barat ataupun utara. Ia adalah inti jiwa. Kutemukan dia di sana.

Lalu kukatakan lagi pada arah angin...kalian sudah kalah!

Thursday, August 6, 2009

susahnya menjadi jobseeker

hari ini begitu bangun tidur... yang terpikir adalah, bagaimana bisa mengisi waktu dengan tepat biar semuanya bisa menjadi produktif, supaya saya menjadi manusia yg lebih berguna. Tapi kenyataannya... waktu yg harus diisi, masih kosong dari daftar kegiatan. Dulu, setahun yg lalu, banyak banged kerjaan ngantri di dalem otak... Mulai dari mandi, sarapan, ke kantor, ganti seragam, ngambil kunci di FO, buka executive office, nyalain AC n kompi, ngeprint minutes briefing en meeting, fotokopi minutes, prepare briefing pagi, nyusun surat-surat, ato form untuk ditandatangani oleh GM di office...pokoknya seabrek kerjaan yg bikin sutrisno.

aneh rasanya, karena semua kegiatan harian yg udah terbiasa dijalanin n tersusun rapi tiba2 sekarang ilang begitu aja. Status sementara jadi pengangguran a.k.a jobseeker. Sulit bener hidup di waktu yg 24 jam seharinya kerasa bagai 50 jam. Terlalu banyak bergosip, baca buku, maen gitar, nyanyi2, masak-memasak, dan kegiatan tak penting lainnya. Bangun tidur, ngumpulin nyawa dulu trus otomatis di kaki berjalan ke arah dapur ngambil handuk en mandi. Selanjutnya??? Bingung deh... Bisa aja seharian online, mencari lowongan kerjaan. Bisa juga cuma kumpul-kumpul bareng temen kontrakan. Sore, kalo guru les lagi pengen..bisa lanjut dengan les mandarin 2 jam, lumayan buat ngisi waktu biar makin pinter. Tapi ya begitu-begitu aja. Kurang sreg rasanya, kalo hidup lebih banyak buat maen en ngabisin uang daripada kerja en nerapin ilmu yg dipunya (cieeeh, gaya betul!)

Susahnya jadi pengangguran ya banyak. Salah satunya adalah, keengganan menyusahkan orang tua yg musti terus mengucurkan dana. Kalo udah sekarat, rasanya maluuuuu banged buat minta sumbangan sukarela dari sang ayah. Tapi mau makan dari mana uangnya? Indomie lah yang terpaksa di stock buat menu harian, entah sarapan, makan siang, mpe makan malam, plus dijadiin cemilan2nya sekalian. Jadi kurus? Blom tentu... Karena selama nganggur ini, justru berat badan naik drastis. Bisa-bisa dikira ibu hamil nih, karena lemak-lemak di daerah lengan dan perut menumpuk dengan kejamnya. merubah bentuk badan, dari ideal, jadi sangat-amat-tidak-enak-dilihat. Mimpi jadi model, jauh2 deh perginya...kabur cepet sekali.

Susahnya lagi, kalo mau pergi maen en bersenang-senang selalu dalam perasaan yang tidak nyaman. Ngerasa bersalaaaaah aja tiap mau pergi nonton ato diajak nongkrong bareng sohib. Sambil minum kopi, mikir dalem hati..."nih kopi dibayar dari keringet bokap gw". Sambil nonton di bioskop, mikir dalem ati..." filmnya bagus sih...tapi lebih seru kalo nonton bareng temen2 kantor mustinya". Wah, ribet lah... Banyak pertimbangan en perasaan gak enak.

Nyari kerjaan di tahun 2009 ini ternyata sulidnya minta ampun. Apalagi lulusan ilmu komunikasi. Baru nyadar sekarang, banyak perusahaan masih tidak butuh yg namanya PR ato Humas. Wadoh, kacaw lah kalo musti lintas jurusan. Pengennya sih bisa buka praktik doket gigi, yang menurut temen penghasilannya bisa 28 juta sehari. Siapa yg gak mau coba? Ngerasa salah ambil jurusan dan sedikit menyesal... tapi memang sebenernya gak mungkin sih, secara waktu SMA dulu masuk jurusannya IPS..hahaha... Kejauhan ya kalo musti nyebrang ke sono.

Nah, hari ini sudah ada beberapa lamaran yang aku apply. cukup stress en cape mata. tapi ya, biar Tuhan aja yg nentuin jalannya. Ada juga temen yang nawarin kerjaan.. Jadi sekretaris lagi? Terima aja lah..walopun gak terlalu berniat en minat2 amat. kalo kata orang, "daripada nganggur??!!!" Jadi sekretaris pribadi juga boleh lah. asal calon suami bisa nyiapin uang 2oo ribu sehari, guna kebutuhan rumah tangga yang kian sulit dipenuhi zaman kini. Yang pasti musti bisa ke salon minimal sebulan sekali, makan daging tiap ari, ke mana-mana disopirin atau bawa mobil sndiri, di rumah udah tersedia pembantu. Eeeeh, siapa yang gak mau?!!! Sayangnya, para anak mentri en pajabat tinggi rata2 sudah punya pasangan en inceran masing-masing. Mau ketemu lowongan macam ini juga susah bener. melototin koran tiap hari pari pagi mpe tengah malem juga pasti gak bakalan dapet deh. Memang musti kerja dulu, punya jabatan yang lumayan, trus mulai deh sabet kiri kanan, cari lelaki yang punya posisi bagus di kantor en bermasa depan cerah. hahahaha... namanya juga usaha...

Wah, cukup lah daku berkeluh kesah hari ini. Mau ditangisin nasibnya juga gak bakal tiba2 berubah. Yang penting udah usaha. Mudah2an aja bisa beneran punya jabatan secepetnya, gak cuma menuh2in Indonesia dan menaikkan angka pengangguran negara aja. Amiiin...

Wednesday, August 5, 2009

Ruang Jagal Jiwa

kuserahkan saja pada malam yg kian kelam
Aq meretas renung baru yg meniadakanku
Sesak..
Aq sulit brnapas..susah bicara..mendengar pun lalu tak bisa..
Lari ke mana lagi?
Empat sisi dinding kamar bercat putih ini beku..
Dia jua bisu..
Tak kudengar suara..atau kulihat tangan terulur
Padaku,hanya ada sendu.

Kurasakan bulan beranjak naik
tinggi..
Aq tau itu pasti
Dapat ku cicip waktu yg brdetak
getir......
Terimpit dlm relung ku sendiri
Rekaman nyata ganti brloncatan dalam hati..

Sudah diamlah!
Aq bukan ingin mati.
Kubiarkan kau masih brdenyut,hai nadi!
Kulepaskan kau bebas brkarya,hai jiwa!

Aq hanya ingin meresapi..embun yg perlahan menitiki tepi daun
menyentuh tanah hingga basah
Aq tidak tau harus bagaimana
Ruangan ini menyekatku dalam ketiadaan brtopeng kematian.

Aq ingin diluar sana..
Hanya ingin pergi dari ruang penjagalan jiwa ini
agar aq bisa merdeka!