Saturday, August 15, 2009

belajar dari kebelet pipis

Tau rasanya kebelet pipis? Pasti menderita sengsara lahir dan batin. Apalagi ketika si pipis sudah di ujung, nyawa berasa tinggal sebentar lagi, terus "tamat" deh. Si kebelet ini gak kenal waktu dan kondisi, apalagi lokasi. Kadang-kadang datang waktu lagi kuliah, waktu lagi maen bola, waktu lagi berenang, waktu lagi santai, waktu lagi nonton, waktu lagi kencan, waktu lagi rapat, bahkan waktu tidur pun suka tiba-tiba datang. Sebenarnya kebelet bisa terjadi apabila air seni sudah berkumpul di kantung kemih. Yang repot, adalah ketika si kebelet berkunjung ketika kita tidak bisa meninggalkan apa yang sedang dilakukan. Bagaikan buah simalakama, dimakan ibu mati, gak dimakan bapak yang mati. Serba salah pokoknya. Mau tak mau harus segera dikeluarkan secepatnya, bila tidak mau ketiban penyakit yang bernama 'kencing batu'.

Kebelet yang tidak tahu tata krama dan sopan santun ini datang tanpa permisi. Perasaan tidak enak tiba-tiba menyergap bagian perut ke bawah. Terpaksa kaki disilangkan serapat-rapatnya untuk menghindari adegan jebolnya tanggul pertahanan terhadap pipis. Kalau kebelet datang pas kita sedang asyik-asyiknya berenang, betapa malas rasanya naik ke atas lalu pergi ke toilet. Tak jarang, beberapa orang (yang sama tidak tahu tata krama dan sopan santun) lantas berenang ke arah sedikit di pojok kolam lalu pura-pura berdiri, padahal sedang buang air. Entah di laut lepas, entah di kolam, kita manusia selalu saja mencemari air dan sekitarnya.

Masih mendingan kalau yang datang adalah si kebelet pipis. Nah, gimana ceritanya kalau yang datang adalah si kebelet yang lebih besar? Suatu hari ketika dapat giliran presentasi tugas mata kuliah di depan kelas, saya tiba-tiba diserang 'panggilan alam". Alhasil, karena tidak sempat ke toilet, seluruh presentasi menjadi kacau balau, jawaban tidak nyambung dengan pertanyaan, mulut mengkerut menahan sakit, keringat dingin sebesar-besar biji jagung pun ikutan nimbrung. Karena si kebelet ini juga, maka saya tak bisa menghindari salah satu ujian harian Tata Negara di kala saya masih duduk di bangku SMA. Di tengah kebingungan harus mengingat hapalan yang setengah mati dipelajari malam sebelumnya, menuangkannya ke dalam lembar jawaban secara tepat, di tengah waktu yang sempit sekali, bahkan terasa kurang. Saya sempat kabur dari ujian selama sepuluh menit. satu menit pertama untuk lari menuju toilet terdekat, sembilan menit berikutnya berkutat dengan urusan perut, dan sisanya untuk kabur lagi ke kelas lalu lanjut mengerjakan ujian dengan napas yang tinggal setengah.

Manusia seperti saya dan juga Anda, kadangkala hanya bisa mengutuk kekejian si kebelet ini karena berhasil mengacaukan rencana kita, presentasi, kencan pertama, negosiasi harga, wawancara kerja, dan kegiatan-kegiatan kita lainnya. Dibuat pusing tujuh keliling, kita lalu memaki-maki dalam hati, berharap si kebelet itu cepat pergi. Tapi apa mau dikata, si kebelet tak kunjung usai menggelitik dan menyiksa jika si air seni tidak dibuang oleh si empunya.

Masalah-masalah yang datang dalam hidup ini datang dan pergi. Datangnya tiba-tiba, lalu pergi begitu saja jika kita sudah berhasil menyelesaikannya. Ada yang prosesnya cepat, secepat kilat. Ada yang lama tandasnya (apalagi jika sudah ditahan sekian lama). Seperti kebelet yang mengganggu, masalah hidup manusia ada yang besar dan ada pula yang kecil, berbeda waktu penyelesaiannya dan berapa banyak air yang dihabiskan a.k.a berapa banyak energi yang kita gunakan untuk menyelesaikan masalah itu.

Si kebelet yang ditahan-tahan, dalam waktu lama pasti akan menimbulkan penyakit dan gangguan. Masalah yang ditunda-tunda untuk diselesaikan pastinya juga bisa menimbulkan masalah-masalah baru yang lebih sulit lagi efeknya bagi kita. Si masalah datang silih berganti tak kenal waktu, kondisi, apalagi lokasi. Sama betul bukan? Kadang-kadang di tempat ibadah, kita juga mendapatkan masalah. Entah karena terlambat datang, tidak kebagian posisi yang nyaman, atau karena tetangga sebelah berisik sekali sehingga kita menjadi tidak khusyuk. Ada-ada saja.

Maka seperti kebelet yang senang sekali mengganggu manusia, seharusnya kita menangani masalah dengan santai. Tidak perlu keliling penjuru sekolah dulu sebanyak dua kali, lalu baru pergi ke kamar mandi. Tidak perlu bilang pada seluruh kelurahan bahwa kita ingin buang air, tinggal mencari toilet umum terdekat dan menandaskan hasratnya. Bila kita berada di tempat asing, dan tidak menemukan toilet umum, kita bisa juga bertanya, atau meminta izin untuk memakai kamar mandi di rumah penduduk. Masalah yang datang, jika tidak bisa kita selesaikan sendiri, maka ada baiknya kita meminta bantuan orang lain juga. Ini lah kenikmatan hidup sebagai mahluk sosial, kita tidak bisa hidup sendiri. Lalu setelah buang air, jangan lupa menyiramnya. Masalah yang sudah selesai, jangan sampai membuat kita berlarut-larut. Waduh, semakin lama saya menulis tema ini, semakin banyak saja saja mencari-cari persamaan antara kebelet dan masalah manusia.

Daripada saya membahas kebelet lebih lama, lebih baik sekarang saya ke toilet (cafe ini) dan buang air kecil, karena si air sudah teriak-teriak ingin dibuang karena sedari tadi saya menahan-nahan pipis untuk menyelesaikan tulisan ini. hahahaha....

Salam damai... Be happy^^

No comments: