Wednesday, February 3, 2010

What's All those Nice Words Means?

yeay, nice words means nothing!

Gigi-geligi yang menyempil indah pada gusi, menarikan suara dari kata. Padahal kata itu lalu tak berarti apa-apa. Ya, hanya gigi-geligi yang menyempil manis pada gusi. Membantu sebuah nada yang terpaut dari mulut yang berbusa karena kata.

Aku memiliki ketertarikan menulis dan berkata-kata. Dari otak hingga sampai ke jari yang berjumlah masih lengkap sepuluh. Aku tertarik untuk bicara tentang kata-kata. Dari hati hingga sampai ke lidah yang mampu mengecap rasa. Aku bisa menyentuh kata-kata, lalu membayangkan kata itu melayang masuk ke dalam telinga lalu mampir di otak dan akhirnya tersangkut dalam dada. Aku dan kata-kataku.

Rima? Mengapa berima dan berirama? Supaya indah. Supaya makna yang mengangguni kata bisa meresap lebih dalam. Tak bisa bersuara, andai. Tak mampu berkata, andai. Andai-andai saja aku diam dan tidak menulis dan tidak bicara dan tidak berpikir dan tidak merasa. Lalu aku? Dapatkah aku menyebut diriku manusia?

Kata yang terjuntai, mengalir deras dari sebuah keyboard komputer berwana hitam dengan layar monitor lebar dan hitam dan selingan sepasang speaker yang juga hitam. Terayun-ayun rangkaian kata dari jemari yang menari di atas kerboardnya, dan mata memandang ke depan layar monitornya, dan mendengar lantunan lagu dari speakernya, yang kesemuanya hitam. Aku dan kata-kata ku.

Siapa yang membaca kata-kata itu? Mendengar aku bicara? Merasa setiap kata yang melayang yang terbang yang singgah di telinga, hanyut ke otak, dan akhirnya menepi pada hati? Mungkin bukan engkau, bukan kamu, bukan anda. Hanya aku. Dan juga kata-kataku.

Sial! Ketidakmampuanku menulis sebaris kalimat malam ini membuat aku ingin memaki. Karena makian itu pun berisi kata-kata. Cukup untuk bisa membuat aku lebih merasa menjadi manusia. Bisa menenangkan aku dan membuat aku berpikir sebagai manusia. Aku menjadi manusia ketika berkata. Dan aku ingin memanusiakan kata-kataku. Bukan makian. Bukan sebuah sumpah serapah yang aku luncurkan begitu saja dari bibir yang kotor karena amarah. Aku ingin bersajak, bersyair, berlirik.

Dan malam ini aku tidak mampu. Huruf yang menempel pada kata-kataku tidak mau menyatu dengan hati yang memerintah otakku untuk menggerakkan tanganku dan jemariku. Huruf-huruf itu berantakan. Berpencar masing-masing di satu dan lain tempat dalam ruang yang luas. Mereka tidak mau berkumpul dan merekat. Malam ini aku susah menjadi manusia. Semua karena kata-kata. Kata-kataku.

--
In the middle of loneliness
3 January 2010

2 comments:

TeMpEbAcEm said...

celoteh anak kecil terdengar lucu dan menggelikan.....sehingga membuat semua orang tertawa terbahak-bahak.
nyanyian orang dewasa terdengar sumbang dan buruk...sehingga membuat semua orang terbawa oleh amarah....
apa yang sebenarnya sudah sangat wajar sekali..dia bernyanyi bagaikan iblis di dalam neraka, nyanyiannya penuh dengan kata-kata kotor dan cacian...
sedangkan kata-kata anak kecil penuh dengan kepolosan...terasa didalam surga menenangkan jiwa.

tapi mengapa banyak manusia yang membuang anak-anak mereka??memperdagangkan, menelantarkan,membunuh anak-anak mereka??
hanya karna keegoisan orang tua, anak-anak menjadi korban kebrutalannya.

ahahhahahhahah..........
kok ga nyambung sama tulisanmu yah???

lidya Agusfri said...

bwahahahaha... dudul! Nyambung dak nyambung tergantung usaha utk menyambungkannya. Mungkin bisa berhasil... Mungkin.