Friday, May 7, 2010

Sebuah Kata Menyerah

Bila memungkinkan, saya mengucapkannya dengan penuh suka rela. Saya terbebani dengan hidup saya sendiri. Saya tidak mau lagi memaki, mencaci, marah, terbakar amarah. Saya hanya ingin menyerah.

Bila memungkinkan, orang-orang memiliki penilaian yang sama sepertiku. Saya berusaha dan terus dan selalu melakukannya. Saya tidak ingin lagi direndahkan, dihina, dilukai, disakiti. Saya hanya ingin menyerah.

Tentang apa?

Tentang dunia dan seluruh isinya. Menyerah saja dan mundur teratur. Bersembunyi di balik rok ibu atau ketiak bapak. Saya ingin melakukannya tidak sendiri. Tidak berani. Saya hilang arah dan hilang asa.

Sebuah kata menyerah yang membingungkan. Sebuah kata yang terkulum di mulut hingga kutersedak olehnya. Saya telan pelan sambil terbatuk. Kata itu mengalir masuk bersama ludah yang terasa kering. Kata menyerah itu sekali lagi membentur otakku dan mati karenanya. Ia sendiri kalah.

Apakah saya lalu menang? Tidak. Bahkan untuk menyerah pun saya tidak berani. Mengucapkannya seperti bersumpah mati. Saya menutup mata, membiarkan udara menyertai beban di pundakku yang terasa semakin berat, melayangkan mereka hingga jauh. Menyerah dan mati. Itu adalah sebuah konsekuensi. Bertahan lalu menangis. Itu adalah sebuah harga diri.

Kata menyerah yang pelan-pelan hancur dalam perutku, mungkin saja terbakar jadi abu. Jangan kembali! Aku mohon, pergi saja. Kau terlalu menyesakkan. Bukan aku tidak ingin mengucapkan menyerah itu, aku hanya ingin bersahabat denganmu.

--

Home, 7 Mei 2010

No comments: