Tuesday, January 20, 2009

Globalisasi... oh... globalisasi

Saya baru saja menonton sebuah dokumenter mengenai globalisasi dan utang yang telah dibebankan kepada rakyat Indonesia. Betapa saya baru menyadari bahwa kemiskinan melilit kita demikian erat sampai kita menjadi budak-budak perusahaan raksasa yang berasal dari Negara-negara maju. Sulit memang bila dikaitkan dengan keadaan kita yang tidak menjadi jauh lebih baik setelah beberapa tahun setelah reformasi besar-besaran tahun 1998.
Tahukah anda, bahwa sebuah sepatu yang dijual dengan harga lebih dari satu juta rupiah yang banyak dijual di toko-toko olahraga hanya membayar sekitar lima ribu rupiah dari tiap pasang sepatu, kepada buruh yang sudah bekerja lebih dari 60 jam seminggu? Mungkin tidak banyak yang tahu, karena pada saat ini saya pun baru mendapatkan faktanya. Coba hitung, berapa banyak keuntungan yang diraup oleh para pemilik perusahaan itu dari setiap pasang sepatu yang berhasil dijual alias berhasil kita beli? Busyeeet… Hasilnya adalah sebuah angka luar biasa, walapun sudah dikurangi dengan biaya operasional dan lainnya.
Ketika mengetahui keadaan bahwa para buruh sering kali harus bekerja lembur hanya karena ketakutan dan ancaman pemecatan, maka apa lagi yang bisa kita lakukan sebagai konsumen? Apakah tidak ada kesepakatan dari merek tertentu kepada perusahaan yang mengerjakan proyek raksasa ini? Tentu saja ada, tetapi belum sepenuhnya dijalankan dengan baik.
Mulai dari sekarang, kita bisa mulai dengan tidak mengeluh ketika serikat buruh memblokir jalanan untuk mencari dan berusaha mendapatkan hak mereka. Mereka dipaksa bekerja dengan jatah UMR atau UMK yang tidak pernah cukup untuk membayai pendidikan (karena anggaran pendidikan juga telah dipotong untuk membayar hutang pemerintah) atau kesehatan anak-anak mereka. Mereka terpaksa mencukupi kehidupan mereka dengan gaji sebesar lebih kurang Rp 30.000 sehari. Kebanyakan dari mereka masih terllit utang pribadi dan beban-beban lainnya.
Atau kita juga bisa mempertanyakan suatu produk yang akan kita beli apakah berasal dari pekerja-pekerja yang digaji dengan layak dan bekerja sesuai ketentuan? Mungkin ketika kita memasuki sebuah toko pakaian dengan merek luar biasa mahal, kita bisa memikirkan kembali dari mana benda itu – yang akan kita pakai dengan mudahnya – berasal dan dibuat. Ketika kita sudah bosan dengan suatu barang yang sering kali kita biarkan menjadi onggokan sampah, kita masih bisa menyumbangkannya kepada orang lain yang mungkin sangat-sangat membutuhkannya.
Yang pasti, saya menyetujui penghapusan utang untuk membebaskan kita dari belenggu kemiskinan. Saya menyetujui dibubarkannya raksasa-raksasa penggerak ekonomi seperti IMf dan WTO. Karena dengan cara ini, kita bisa sedikit bernapas lega. Anak dan cucu kitalah yang menanggung kekejaman rezim terdahulu yang meraup dengan rakusnya kucuran dana luar negeri untuk masuk ke kantong-kantong pribadi dan mengembangkan bisnis keluarga. Saya menginginkan Negara yang bebas korupsi, sehingga tidak ada yang dirugikan. Saya menolak segala jenis kekejaman pada rakyat hanya untuk mengembangkan kepopuleran Negara Indonesia sebagai Negara dengan buruh murah, atau tarif rendah.
Dengan semakin banyak orang yang sadar dengan keadaan Negara yang buruk ini, mudah-mudahan kita tidak lagi buta (atau pura-pura buta) dengan orang lain. Perjuangkan kembali hak kita sebagai warga Negara. Dukung kenaikan upah buruh dan tolak kebijakan yang merugikan. HIDUP INDONESIA!!! Saya tetap bangga menjadi bagian Negara ini, apapun juga kenyataannya.

No comments: